Adsense


Aku adalah seonggok daging yang disematkan nyawa ke dalamnya. Terbata-bata menafsirkan berbagai nilai sosial, nilai kesantunan, nilai martabat, dan segala nilai yang bergerilya di atas muka bumi ini.
Aku adalah satu dari sekian banyak lakon wayang yang ditiupkan ruh ke dalamnya, tertakdir hidup di generasi yang serbainstan dan tak matang. Aku terus mereformasikan diriku wayang yang sempurna, mendeklamasikan kebohongan sebagai kenyataan pun sudah biasa di jamanku. Hidungku mancung lambang kesombongan, bibirku tipis lambang kemolekan duniawi yang selalu kubanggakan, bahuku tirus namun tegap lambang kekuasaan dan gengsi yang selalu kujunjung tinggi. Akulah salah satu dari lebih dari setengah lakon wayang sepertiku yang dimiliki dunia ini sekarang.
Selain ruh, Tuhan berbaik hati menanamkan sesuatu di dalam tubuhku yang bernyawa ini yang kusebut ‘perasaan’. Benda ini diletakkan di hati yang ukurannya hanya sekepalan telapak tangan, namun benda ini memuat banyak rasa di dalamnya. Menyimpan segala rasa yang kualami tanpa keinginanku. Cara kerjanya otomatis. Terkadang ingin kuhentikan ia dalam menjalankan tugasnya, namun tak pernah bisa. Dendam, dengki, iri, kekuasaan, kejahatan, kelicikan, belas kasih, kasih sayang, cinta, semuanya ditampung oleh benda ini. Akulah ronggeng yang menari di atas segala dengki, segala rasa tak puas diri, segala kegelimpangan harta yang tak pernah cukup. Lihatlah benda ini bahkan warnanya tak merah segar, merah kehitaman, bernanah, berbau busuk minta diganti. Siapa yang mau peduli? Zamanku bahkan memutarbalikkan fakta ini; bau busuk dikira wangi cendana, nanah disangka perhiasan yang mewah, hitam dinilai putih.
Siapa Tuhan di jamanku ini? Uang.
Semua wayang menghamba pada uang. Dari uang mereka bangga memamerkan segala gemerlapan berlian yang dikenakan di pakaian mereka. Yang mereka tempelkan di setiap jari-jemari lentik mereka. Yang mereka tunggangi sebagai kendaraan mereka. Menggunakan uang mereka di setiap sayatan kata dari lidah mereka.
Tuhan yang sesungguhnya hanyalah dongeng. Hanya sebagai cerita masa kecil mereka dari para nenek moyang saja. Kebenaran dan kejujuran hanya minoritas. Pedang sudah kalah tajam daripada lidah. Padahal Tuhan dengan hati-hatinya sengaja meletakkan lidah sebagai anggota tubuh yang tertutup, dipagari gigi, dan dikunci oleh mulut. Supaya apa? Supaya manusia menjaga lidah mereka yang tajam, agar bijak dalam menggunakannya.
Pleace Komentarnya :)

2 comments:

 
Top